CianjurNewsFlash (CNF) - Antara
bulog, kopti dan dinas pertanian dan holtikultura kabupaten Cianjur di
pertengahan tahun 2014 nanti akan membuat kesepakatan berupa Memorandum
Of Understanding (MOU) dimana dalam mou tersebut akan mengatur tentang
pemasaran kedelai.
Mou antara bolug dan pihak petani kedelai dinilai perlu dikarenakan selama ini para petani menjual kedelainya dalam keadaan masih hijau. Mereka menjual ke para tengkulak dengan harga yang murah.
"Kebanyakan petani beralasan karena kebutuhan uang mereka menjual kedelai yang masih muda kepada para tengkulak. Selain itu juga mereka menganggap bahwa dengan menjual kedelai dalam kondisi yang belum kering sudah dirasa cukup menguntungkan. Para petani tidak lagi harus memikirkan siapa yang manen, ongkos angkut dari lokasi menuju kendaraan dan juga ongkos angkutan". Demikian yang dikemukakan oleh Kepala dinas pertanian tanaman pangan dan holtikultura kab. Cianjur Yanto Hartono melalui kabid pertanian tanaman pangan E. Tisna Sasmita, Rabu (23/10).
Tisna menambahkan bahwa, petani kedelai beralasan bahwa jika sampai kering akan ada pengeluaran lagi yaitu membersihkan dan juga melepaskan dari cangkang. Padahal kalau dihitung keuntungannya lebih bagus dikeringkan, terlebih dengan harga kedelai yang cukup tinggi yaitu Rp8000 sampai Rp9000.
Dengan adanya mou diharapkan para petani tidak menjual kepada para tengkulak dengan harga yang murah. Pihak bulog bisa memfasilitasi dengan cara pemeliharaan kedelai sampai tua (kering) untuk kemudian ditampung hasilnya.
Selama ini para petani cukup kesulitan mendapatkan bibit kedelai. Para petani mendapatkan bibit dengan cara membeli dan ada juga yang diperoleh dari swadaya masyarakat. Pemerintah pusat menugaskan pengadaan benih tersebut kepada Syang Hiang Sih (SHS) Subang untuk disalurkan ke tiap-tiap kabupaten, namun sampai saat akan ditanam yaitu bulan Juni, bibit dari SHS belum juga tersedia. Cianjur saat itu membutuhkan bibit kedelai untuk ditanam di area seluas 12.000 hektar. (FI)
Mou antara bolug dan pihak petani kedelai dinilai perlu dikarenakan selama ini para petani menjual kedelainya dalam keadaan masih hijau. Mereka menjual ke para tengkulak dengan harga yang murah.
"Kebanyakan petani beralasan karena kebutuhan uang mereka menjual kedelai yang masih muda kepada para tengkulak. Selain itu juga mereka menganggap bahwa dengan menjual kedelai dalam kondisi yang belum kering sudah dirasa cukup menguntungkan. Para petani tidak lagi harus memikirkan siapa yang manen, ongkos angkut dari lokasi menuju kendaraan dan juga ongkos angkutan". Demikian yang dikemukakan oleh Kepala dinas pertanian tanaman pangan dan holtikultura kab. Cianjur Yanto Hartono melalui kabid pertanian tanaman pangan E. Tisna Sasmita, Rabu (23/10).
Tisna menambahkan bahwa, petani kedelai beralasan bahwa jika sampai kering akan ada pengeluaran lagi yaitu membersihkan dan juga melepaskan dari cangkang. Padahal kalau dihitung keuntungannya lebih bagus dikeringkan, terlebih dengan harga kedelai yang cukup tinggi yaitu Rp8000 sampai Rp9000.
Dengan adanya mou diharapkan para petani tidak menjual kepada para tengkulak dengan harga yang murah. Pihak bulog bisa memfasilitasi dengan cara pemeliharaan kedelai sampai tua (kering) untuk kemudian ditampung hasilnya.
Selama ini para petani cukup kesulitan mendapatkan bibit kedelai. Para petani mendapatkan bibit dengan cara membeli dan ada juga yang diperoleh dari swadaya masyarakat. Pemerintah pusat menugaskan pengadaan benih tersebut kepada Syang Hiang Sih (SHS) Subang untuk disalurkan ke tiap-tiap kabupaten, namun sampai saat akan ditanam yaitu bulan Juni, bibit dari SHS belum juga tersedia. Cianjur saat itu membutuhkan bibit kedelai untuk ditanam di area seluas 12.000 hektar. (FI)
No comments:
Post a Comment