CianjurNewsFlash (CNF) - Untuk
ketiga kalinya perwakilan dari dua kecamatan yaitu dari kecamatan
Ciranjang dan Bojongpicung kembali mendatangi pengadilan Cianjur. Mereka
menuntut pengembalian tanah yang pernah dibeli oleh Belanda pada tahun
1919. Dibeli oleh Belanda karena masyarakat di wilayah tersebut pada
saat itu banyak terjangkit malaria dan akan dikembalikan kepada masing-masing pemilik setelah 10 tahun kemudian.
Luas tanah keseluruhan di wilayah tersebut sebanyak 1.086 hektare.
Sampai10
tahun kemudian ternyata janji untuk mengembalikan tanah ternyata tidak
dikembalikan sedikitpun dan sampai akhirnya di garap oleh masyarakat
itupun bukan hanya dari masyarakat sekitar saja tapi dari daerah lain.
Sampai
saat ini para ahli waris mempertanyakan hak mereka. "Sampai keluar
surat 1958 dari menteri Agraria yang menyatakan bahwa tanah harus
dikembalikan, namun di tingkat provinsi tidak mengindahkan surat
tersebut". Demikian yang dituturkan oleh Aban Rohendi warga kampung
Babakan Soka Neglasari kec. Bojongpicung kab. Cianjur
Akhirnya
keluarlah SK Nomor 88 tahun 1968 dari provinsi yang isinya bahwa tanah
tersebut harus dibagikan, namun dengan catatan harus membentuk panitia
dari provinsi dengan prioritas bagi penggarap lebih dari 10 tahun,
prioritas ke dua kurang dari 8 tahun, dan ketiga yaitu ahli waris
pemiliki tanah. Bagi ahli waris diberikan seluas 50 hektar bagi 168
orang. Tetapi pada kenyataannya hanya dibagikan ke 149 orang. Itupun
hanya 170 hektar.
Di tahun 1972 panitia menyebutkan akan
menyediakan 15 hektar bagi 60 orang, namun itupun tidak sampai di
berikan sedikitpun. Para ahli waris sering mendatangi ke tingkat
provinsi dan mempertanyakan, namun tidak pernah ada tanggapan.
Ermayadi
Miharja selaku kuasa hukum warga menuturkan bahwa ini merupakan sidang
yang ketiga kalinya dan rencananya akan dilakukan mediasi. (FI)
No comments:
Post a Comment